Thursday, September 23, 2010

keagungan Akhlak Muhammad S.A.W



Sejarah tak akan mampu mengingkari betapa indahnya akhlak dan budi pekerti Rasulullah tercinta, Sayyidina Muhammad Sholallohu ‘alaihi wa sallam hingga salah seorang isteri beliau, Sayyidatina A’isyah Rodhiyallahuanha mengatakan bahawa akhlak Rasulullah adalah “Al-Qur’an”. Tidak satu perkataan Rasulullah merupakan implementasi dari hawa nafsu beliau, melainkan adalah berasal dari wahyu ilahi. Begitu halus dan lembutnya perilaku seharian beliau. Rasulullah SAW adalah sosok yang mandiri dengan sifat tawadhu’ yang tiada tandingnya.

Beliau pernah menjahit sendiri pakaiannya yang koyak tanpa harus menyuruh isterinya. Dalam berkeluarga, beliau adalah seorang yang ringan tangan dan tidak segan-segan untuk membantu pekerjaan istrinya di dapur. Selain itu dikisahkan bahwa beliau tiada merasa canggung makan disamping seorang tua yang penuh kudis, kotor lagi miskin. Beliau adalah seorang yang paling sabar dimana ketika itu pernah kain beliau ditarik oleh seorang badui hingga membekas merah dilehernya, namun beliau hanya diam dan tidak marah.

Dalam satu riwayat dikisahkan bahawa ketika beliau mengimami solat berjemaah, para sahabat mendapati seolah-olah setiap kali beliau berpindah rukun terasa susah sekali dan terdengar bunyi yang aneh. Selepas solat, salah seorang sahabat, Sayyidina Umar bin Khatthab bertanya, “Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah baginda menanggung penderitaan yang amat berat. Sedang sakitkah engkau ya Rasulullah? “Tidak ya Umar. Alhamdulillah aku sehat dan segar.” Jawab Rasulullah. “Ya Rasulullah, mengapa setiap kali Baginda menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah-olah sendi-sendi tubuh baginda saling bergesekkan? Kami yakin baginda sedang sakit”. Desak Sayyidina Umar penuh cemas.

Akhirnya, Rasulullahpun mengangkat jubahnya. Para sahabatpun terkejut ketika mendapati perut Rasulullah SAW yang kempis tengah di lilit oleh sehelai kain yang berisi batu kerikil sebagai penahan rasa lapar. Ternyata, batu-batu kerikil itulah yang menimbulkan bunyi aneh setiap kali tubuh Rasulullah SAW bergerak. Para sahabatpun berkata, “Ya Rasulullah, adakah bila baginda menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan mendapatkannya untuk tuan?”. Baginda Rasulullah pun menjawab dengan lembut, “Tidak para sahabatku. Aku tahu, apapun akan kalian korbankan demi Rasulmu. Tetapi, apa jawapanku nanti dihadapan Allah, apabila aku sebagai pemimpin, menjadi beban bagi umatnya? Biarlah rasa lapar ini sebagai hadiah dari Allah buatku, agar kelak umatku tak ada yang kelaparan di dunia ini, lebih-lebih di akhirat nanti.

Teramat agung pribadi Rasulullah SAW sehingga para sahabat yang ditanya oleh seorang badui tentang akhlak beliau SAW hanya mampu menangis karena tak sanggup untuk menggambarkan betapa mulia akhlak beliau SAW. Beliau diutus tidak lain untuk menyempurnakan akhlak manusia dan sebagai suri tauladan yang baik sepanjang zaman.

Saudaraku, sungguh kehadiran Rasulullah SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia lewat segala hal yang beliau contohkan kepada umat manusia. Beliau tidak pernah pandang bulu dalam hal menghargai manusia, penuh kasih sayang, tidak pernah mendendam, malahan beliau pernah menangis ketika mengetahui bahwa balasan kekafiran adalah neraka yang menyala-nyala hingga menginginkan umat manusia untuk meng-esakan Allah SWT.

Cukup kiranya beliau yang jadi suri tauladan kita, umat Islam khususnya yang hari ini sebagian sudah sangat jauh dari akhlak Rasulullah, baik dalam tindakan maupun perkataan yang menyejukkan. Apa yang dikatakan oleh seorang sastrawan Pakistan, Muhammad Iqbal dalam salah satu karyanya dapat kita jadikan renungan bersama dimana beliau berkata: “Barangsiapa yang mengaku umat Nabi Muhammad, hendaklah berakhlak seperti beliau (Nabi Muhammad)”.

Dalam salah satu hadits dikatakan bahwa “Belum beriman seseorang sehingga aku (Rasulullah Muhammad SAW) lebih dicintainya daripada ayahnya, anak-anaknya dan seluruh manusia”(HR. Bukhari). Kita tidak tahu apakah nanti akan di akui Rasulullah sebagai umatnya atau tidak kelak di yaumil kiamah. Namun satu yang pasti bahwa semua ingin berada di barisan beliau. Maka, marilah kita sama-sama berusaha untuk mengikuti akhlak beliau SAW semampu diri kita, sebagai suri tauladan kita yang utama, memperbanyak ucapan selawat untuknya, membela sunnahnya, bukan malah membelakanginya (mari berlindung dari hal demikian), sebagai bagian dari rasa cinta kita terhadapnya.

Saudaraku, mari kita sampaikan salam dan selawat kepada beliau SAW, yang dengannya kita akan beroleh cinta dan Syafa’atnya kelak di yaumil mahsyar. insya Allah…Amiin.

Allahumma sholli ‘alaa sayyidina Muhammad, wa ‘alaa aalihi wa shohbihi ajma’iin…

http://feryco.com

Friday, September 17, 2010

the ozone hole depletion" Antarctic .. interesting topic


picture shows the hole on the Antarctic atmosphere, the sign of ozone depletion

The yearly depletion of stratospheric ozone over Antarctica – more commonly referred to as the “ozone hole” – started in early August 2010 and is now expanding toward its annual maximum. The hole in the ozone layer typically reaches its maximum area in late September or early October, though atmospheric scientists must wait a few weeks after the maximum to pinpoint when the trend of ozone depletion has slowed down and reversed.


The hole isn’t literal; no part of the stratosphere — the second layer of the atmosphere, between 8 and 50 km (5 and 31 miles) — is empty of ozone. Scientists use "hole" as a metaphor for the area in which ozone concentrations drop below the historical threshold of 220 Dobson Units. Historical levels of ozone were much higher than 220 Dobson Units, according to NASA atmospheric scientist Paul Newman, so this value shows a very large ozone loss.

Earth's ozone layer protects life by absorbing ultraviolet light, which damages DNA in plants and animals (including humans) and leads to skin cancer.

The Ozone Monitoring Instrument (OMI) on NASA’s Aura satellite acquired data for this map of ozone concentrations over Antarctica on September 12, 2010. OMI is a spectrometer that measures the amount of sunlight scattered by Earth’s atmosphere and surface, allowing scientists to assess how much ozone is present at various altitudes — particularly the stratosphere — and near the ground.

So far in 2010, the size and depth of the ozone hole has been slightly below the average for 1979 to 2009, likely because of warmer temperatures in the stratosphere over the far southern hemisphere. However, even slight changes in the meteorology of the region this month could affect the rate of depletion of ozone and how large an area the ozone hole might span. You can follow the progress of the ozone hole by visiting NASA’s Ozone Hole Watch page.

September 16 is the International Day for the Preservation of the Ozone Layer, a commemoration of the day in 1987 when nations commenced the signing of the Montreal Protocol to limit and eventually ban ozone-depleting substances such as chlorofluorocarbons (CFCs) and other chlorine and bromine-containing compounds. The ozone scientific assessment panel for the United Nations Environment Program, which monitors the effectiveness of the Montreal Protocol, is expected to release its latest review of the state of the world’s ozone layer by the end of 2010. (The last assessment was released in 2006.) Paul Newman is one of the four co-chairs of the assessment panel.

Go Green, Save the planet!
article obtained from http://earthobservatory.nasa.gov/IOTD/view.php?id=45802&src=imgrss